Hagia Coffee Gedong Tengen Gedong 10 Gedong Tengen Yogyakarta Indonesia

Hagia Coffee Gedong Tengen Gedong 10 Gedong Tengen Yogyakarta Indonesia

What is the duration of Hagia?

The duration of the song Hagia is 2:46 minutes.

The duration of the song Hagia is 2:46 minutes.

Who is the music director of Hagia?

Hagia is composed by Iga Massardi.

Hagia is composed by Iga Massardi.

Church of Theodosius II

A second church on the site was ordered by Theodosius II (r. 402–450), who inaugurated it on 10 October 415.[36] The Notitia Urbis Constantinopolitanae, a fifth-century list of monuments, names Hagia Sophia as Magna Ecclesia, 'Great Church', while the former cathedral Hagia Irene is referred to as Ecclesia Antiqua, 'Old Church'. At the time of Socrates of Constantinople around 440, "both churches [were] enclosed by a single wall and served by the same clergy".[25] Thus, the complex would have encompassed a large area including the future site of the Hospital of Samson.[35] If the fire of 404 destroyed only the 4th-century main basilica church, then the 5th century Theodosian basilica could have been built surrounded by a complex constructed primarily during the fourth century.[35]

During the reign of Theodosius II, the emperor's elder sister, the Augusta Pulcheria (r. 414–453) was challenged by the patriarch Nestorius (r. 10 April 428 – 22 June 431).[37][38] The patriarch denied the Augusta access to the sanctuary of the "Great Church", likely on 15 April 428.[38] According to the anonymous Letter to Cosmas, the virgin empress, a promoter of the cult of the Virgin Mary who habitually partook in the Eucharist at the sanctuary of Nestorius's predecessors, claimed right of entry because of her equivalent position to the Theotokos – the Virgin Mary – "having given birth to God".[39][38] Their theological differences were part of the controversy over the title theotokos that resulted in the Council of Ephesus and the stimulation of Monophysitism and Nestorianism, a doctrine, which like Nestorius, rejects the use of the title.[37] Pulcheria along with Pope Celestine I and Patriarch Cyril of Alexandria had Nestorius overthrown, condemned at the ecumenical council, and exiled.[39][37]

The area of the western entrance to the Justinianic Hagia Sophia revealed the western remains of its Theodosian predecessor, as well as some fragments of the Constantinian church.[35] German archaeologist Alfons Maria Schneider began conducting archaeological excavations during the mid-1930s, publishing his final report in 1941.[35] Excavations in the area that had once been the 6th-century atrium of the Justinianic church revealed the monumental western entrance and atrium, along with columns and sculptural fragments from both 4th- and 5th-century churches.[35] Further digging was abandoned for fear of harming the structural integrity of the Justinianic building, but parts of the excavation trenches remain uncovered, laying bare the foundations of the Theodosian building.

The basilica was built by architect Rufinus.[40][41] The church's main entrance, which may have had gilded doors, faced west, and there was an additional entrance to the east.[42] There was a central pulpit and likely an upper gallery, possibly employed as a matroneum (women's section).[42] The exterior was decorated with elaborate carvings of rich Theodosian-era designs, fragments of which have survived, while the floor just inside the portico was embellished with polychrome mosaics.[35] The surviving carved gable end from the centre of the western façade is decorated with a cross-roundel.[35] Fragments of a frieze of reliefs with 12 lambs representing the 12 apostles also remain; unlike Justinian's 6th-century church, the Theodosian Hagia Sophia had both colourful floor mosaics and external decorative sculpture.[35]

At the western end, surviving stone fragments of the structure show there was vaulting, at least at the western end.[35] The Theodosian building had a monumental propylaeum hall with a portico that may account for this vaulting, which was thought by the original excavators in the 1930s to be part of the western entrance of the church itself.[35] The propylaeum opened onto an atrium which lay in front of the basilica church itself. Preceding the propylaeum was a steep monumental staircase following the contours of the ground as it sloped away westwards in the direction of the Strategion, the Basilica, and the harbours of the Golden Horn.[35] This arrangement would have resembled the steps outside the atrium of the Constantinian Old St Peter's Basilica in Rome.[35] Near the staircase, there was a cistern, perhaps to supply a fountain in the atrium or for worshippers to wash with before entering.[35]

The 4th-century skeuophylakion was replaced in the 5th century by the present-day structure, a rotunda constructed of banded masonry in the lower two levels and of plain brick masonry in the third.[35] Originally this rotunda, probably employed as a treasury for liturgical objects, had a second-floor internal gallery accessed by an external spiral staircase and two levels of niches for storage.[35] A further row of windows with marble window frames on the third level remain bricked up.[35] The gallery was supported on monumental consoles with carved acanthus designs, similar to those used on the late 5th-century Column of Leo.[35] A large lintel of the skeuophylakion's western entrance – bricked up during the Ottoman era – was discovered inside the rotunda when it was archaeologically cleared to its foundations in 1979, during which time the brickwork was also repointed.[35] The skeuophylakion was again restored in 2014 by the Vakıflar.[35]

A fire started during the tumult of the Nika Revolt, which had begun nearby in the Hippodrome of Constantinople, and the second Hagia Sophia was burnt to the ground on 13–14 January 532. The court historian Procopius wrote:[43]

And by way of shewing that it was not against the Emperor alone that they [the rioters] had taken up arms, but no less against God himself, unholy wretches that they were, they had the hardihood to fire the Church of the Christians, which the people of Byzantium call "Sophia", an epithet which they have most appropriately invented for God, by which they call His temple; and God permitted them to accomplish this impiety, foreseeing into what an object of beauty this shrine was destined to be transformed. So the whole church at that time lay a charred mass of ruins.

— Procopius, De aedificiis, I.1.21–22

Hagia Sofia (bahasa Yunani: Ἁγία Σοφία [aˈʝia soˈfia]; bahasa Turki: Ayasofya; bahasa Latin: Sancta Sapientia; "Kebijaksanaan Suci") adalah sebuah tempat ibadah di Istanbul, Republik Turki. Dari masa pembangunannya pada tahun 537 M sampai 1453 M, bangunan ini merupakan Katedral Ortodoks dan tempat kedudukan Patriark Ekumenis Konstantinopel,[1] kecuali pada tahun 1204 sampai 1261, ketika tempat ini diubah oleh Pasukan Salib Keempat menjadi Katedral Katolik Roma di bawah kekuasaan Kekaisaran Latin Konstantinopel. Bangunan ini menjadi masjid mulai 29 Mei 1453 sampai 1931 pada masa kekuasaan Kesultanan Utsmaniyah. Kemudian bangunan ini disekulerkan dan dibuka sebagai museum pada 1 Februari 1935 oleh Republik Turki.[2] Kemudian menjadi masjid kembali pada Jumat, 10 Juli 2020 setelah pengadilan Turki memutuskan bahwa konversi Hagia Sofia pada tahun 1934 menjadi museum adalah ilegal. Keputusan ini membuka jalan untuk kembali mengubah monumen tersebut menjadi masjid.[3] Terkenal akan kubah besarnya, Hagia Sofia dipandang sebagai lambang arsitektur Bizantium[4] dan dikatakan "telah mengubah sejarah arsitektur."[5] Bangunan ini tetap menjadi katedral terbesar di dunia selama hampir seribu tahun sampai Katedral Sevilla selesai dibangun pada tahun 1520.

Bangunan yang sekarang ini awalnya dibangun sebagai sebuah gereja antara tahun 532-537 atas perintah Kaisar Romawi Timur Yustinianus I dan merupakan Gereja Kebijaksanaan Suci ketiga yang dibangun di tanah yang sama, dua bangunan sebelumnya telah hancur karena kerusuhan. Bangunan ini didesain oleh ahli ukur Yunani, Isidoros dari Miletos dan Anthemios dari Tralleis.[6]

Gereja ini dipersembahkan kepada Kebijaksanaan Tuhan, sang Logos, pribadi kedua dari Trinitas Suci,[7] pesta peringatannya diadakan setiap 25 Desember untuk memperingati kelahiran dari inkarnasi Logos dalam diri Kristus.[7] Walaupun sesekali disebut sebagai Sancta Sophia (seolah dinamai dari Santa Sofia), sophia sebenarnya pelafalan fonetis Latin dari kata Yunani untuk kebijaksanaan. Nama lengkapnya dalam bahasa Yunani adalah Ναὸς τῆς Ἁγίας τοῦ Θεοῦ Σοφίας, Naos tēs Hagias tou Theou Sophias, "Tempat Peziarahan Kebijaksanaan Suci Tuhan".[8][9]

Pada tahun 1453 M, Konstantinopel ditaklukkan oleh Utsmaniyah di bawah kepemimpinan Sultan Mehmed II, yang kemudian memerintahkan pengubahan gereja utama Kristen Ortodoks menjadi masjid. Dikenal sebagai Ayasofya dalam ejaan Turki, bangunan yang berada dalam keadaan rusak ini memberi kesan kuat pada penguasa Utsmaniyah dan memutuskan untuk mengubahnya menjadi masjid.[10][11] Berbagai lambang Kristen seperti lonceng, gambar, dan mosaik yang menggambarkan Yesus, Maria, orang-orang suci Kristen, dan para malaikat ditutup dengan kain hitam. Berbagai atribut Keislaman seperti mihrab, minbar, dan empat menara, ditambahkan. Hagia Sofia tetap bertahan sebagai masjid sampai tahun 1931 M. Kemudian bangunan ini ditutup bagi umum oleh pemerintah Republik Turki dan dibuka kembali sebagai museum empat tahun setelahnya pada 1935. Pada tahun 2014, Hagia Sofia menjadi museum kedua di Turki yang paling banyak dikunjungi, menarik hampir 3,3 juta wisatawan per tahun.[12] Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Turki, Hagia Sofia merupakan tempat di Turki yang paling menarik perhatian wisatawan pada 2015.[13]

Dari pengubahan awal bangunan ini menjadi masjid sampai pembangunan Masjid Sultan Ahmed (juga dikenal dengan Masjid Biru) pada 1616, Hagia Sofia merupakan masjid utama di Istanbul. Arsitektur Bizantium pada Hagia Sofia mengilhami banyak masjid Utsmaniyah, seperti Masjid Biru, Masjid Şehzade (Masjid Pangeran), Masjid Süleymaniye, Masjid Rüstem Pasha, dan Masjid Kılıç Ali Pasha.

Gereja pertama yang dibangun pada tanah tersebut dikenal sebagai Μεγάλη Ἐκκλησία (Megálē Ekklēsíā, "Gereja Agung"), atau dalam bahasa Latin "Magna Ecclesia",[14][15] dikarenakan ukurannya yang sangat besar bila dibandingkan dengan gereja pada saat itu di kota Konstantinopel.[7] Gereja ini diresmikan pada 15 Februari 360 pada masa pemerintahan Kaisar Konstantius II oleh Uskup Arian, Eudoxius dari Antiokia,[16] didirikan di sebelah tempat istana kekaisaran dibangun. Gereja Hagia Eirene (secara harfiah bermakna "Kedamaian Suci") di dekatnya telah diselesaikan terlebih dahulu sebelum Gereja Agung selesai. Kedua gereja ini berperan sebagai gereja utama dari Kekaisaran Romawi Timur.

Menulis pada 440, Sokrates dari Konstantinopel mengklaim bahwa gereja ini dibangun oleh Konstantius II, yang mengerjakannya pada tahun 346.[16] Tradisi yang tidak lebih tua dari abad ke-7 melaporkan bahwa bangunan ini dibangun oleh Konstantinus Agung.[16] Zonaras mendamaikan kedua pendapat tersebut, menulis bahwa Konstantius telah memperbaiki bangunan yang telah dikuduskan oleh Eusebius dari Nikomedia ini, setelah keruntuhannya.[16] Karena Eusebius menjadi uskup Konstantinopel pada 339-341, dan Konstantinus meninggal pada 337, tampaknya mungkin saja bahwa gereja pertama ini didirikan oleh Konstantinus.[16] Bangunan ini dibangun sebagai sebuah basilika bertiang Latin tradisional dengan berbagai galeri dan atap kayu, didahului dengan sebuah atrium. Bangunan ini diklaim sebagai salah satu monumen yang paling menonjol di dunia pada saat itu.

Patriark Konstantinopel Yohanes Krisostomus terlibat perselisihan dengan Permaisuri Aelia Eudoxia, istri dari Kaisar Arcadius, dan diasingkan pada 20 Juni 404. Pada kerusuhan berikutnya, gereja pertama ini sebagian besar terbakar.[16] Tidak ada yang tersisa dari gereja pertama ini sekarang.

Gereja kedua diresmikan pada 10 Oktober 415 atas perintah Kaisar Theodosius II. Basilika ini memiliki atap kayu dan dibangun oleh arsitek bernama Rufinus. Pada masa Kerusuhan Nika, gereja ini terbakar pada 13–14 Januari 532.

Beberapa balok marmer dari gereja kedua ini selamat sampai sekarang, beberapa diantaranya adalah relief yang menggambarkan dua belas domba yang mewakili dua belas rasul. Awalnya bagian dari salah satu pintu depan monumental, balok-balok itu sekarang berada di lubang penggalian yang berdekatan dengan pintu masuk museum setelah penemuan pada tahun 1935 di bawah halaman sisi barat oleh A. M. Schneider. Penggalian berikutnya tidak dilanjutkan karena takut merusak keutuhan bangunan.

Sisa reruntuhan Hagia Sophia kedua

Pada 23 Februari 532, hanya beberapa pekan setelah hancurnya basilika kedua, Kaisar Yustinianus I memerintahkan pembangunan gereja ketiga dengan rancangan yang lebih luas dan megah dari sebelumnya.

Yustinianus memilih ahli fisika, Isidore dari Miletus dan ahli matematika Anthemius dari Tralles sebagai arsitek. Akan tetapi, Anthemius meninggal pada tahun pertama pembangunan. Pembangunan ini dijelaskan dalam Tentang Bangunan-bangunan (Peri ktismatōn, Latin: De aedificiis) dari sejarawan Bizantium bernama Procopius. Tiang-tiang dan marmer lain didatangkan dari segala penjuru kekaisaran, di seluruh Mediterania. Pendapat bahwa tiang-tiang ini merupakan rampasan dari kota-kota seperti Roma dan Efesus dikemukakan belakangan.[17] Meskipun tiang-tiang itu dibuat khusus untuk Hagia Sofia, namun ukurannya tampak bervariasi.[18] Lebih dari sepuluh ribu orang dipekerjakan. Gereja baru ini secara serentak diakui sebagai karya arsitektur besar. Teori-teori Heron dari Aleksandria mungkin telah digunakan untuk mengatasi tantangan-tantangan yang muncul dalam membangun kubah luas yang membutuhkan ruang sedemikian besar.[butuh rujukan] Bersama dengan Patriark Menas, kaisar meresmikan basilika ini pada 27 Desember 537, lima tahun sepuluh bulan setelah pembangunan dimulai.[19][20][21] Sedangkan mosaik yang terdapat di dalam gereja baru selesai pada masa Kaisar Yustinus II yang memerintah pada tahun 565–578 M.

Hagia Sofia menjadi pusat kedudukan Patriark Ortodoks Konstantinopel dan tempat utama berbagai upacara Kekaisaran Romawi Timur, seperti penobatan kaisar. Seperti gereja-gereja lain di seluruh dunia Kristen, basilika ini memiliki tempat perlindungan dari penganiayaan bagi para pelanggar hukum.

Pada 726, Kaisar Leo III mengeluarkan serangkaian keputusan yang melarang masyarakat untuk memberikan penghormatan kepada gambar-gambar, memerintahkan tentara untuk menghancurkan semua ikon, sehingga mengantar pada periode ikonoklasme Bizantium. Pada masa itu, semua gambar dan patung keagamaan disingkirkan dari Hagia Sofia. Setelah gerakan ini dibendung pada masa Maharani Irene yang berkuasa pada tahun 797–802, ikonoklasme kembali merebak pada masa Kaisar Theophilos yang sangat dipengaruhi oleh seni rupa Islam,[22] yang melarang penggambaran makhluk hidup.[23] Theophilos membuat pintu-pintu perunggu bersayap dua, yang memperlihatkan monogramnya, di pintu masuk gereja bagian selatan.

Basilika ini mengalami kerusakan pertama kali dalam kebakaran besar tahun 859, dan kemudian saat gempa bumi pada 8 Januari 869, yang membuat sebagian kubahnya runtuh. Kaisar Basilius I memerintahkan agar gereja ini diperbaiki.

Pada masa pendudukan Konstantinopel pada Perang Salib Keempat, gereja ini dijarah dan dinodai oleh Tentara Salib, sebagaimana dijelaskan oleh sejarawan Bizantium Niketas Choniates. Pada masa pendudukan Latin di Konstantinopel (1204–1261), gereja ini berubah menjadi Katedral Katolik Roma. Baldwin I dimahkotai sebagai kaisar pada 16 Mei 1204 di Hagia Sofia, dengan upacara yang pelaksanaannya menggunakan adat Bizantium. Enrico Dandolo, Doge Republik Venesia yang memimpin pendudukan dan invasi terhadap Konstantinopel oleh Tentara Salib Latin pada 1204, dimakamkan di dalam gereja ini. Makam yang telah terukir namanya, yang menjadi bagian dari dekorasi lantai, diludahi oleh banyak masyarakat Romawi Timur yang merebut kembali Konstantinopel pada tahun 1261 M.[24][butuh sumber yang lebih baik] Akan tetapi, saat restorasi yang dipimpin oleh Fossati bersaudara sepanjang tahun 1847–1849, timbul keraguan terhadap keaslian makam doge tersebut; tampaknya lebih seperti sebuah peringatan simbolis daripada situs pemakaman.

Setelah direbut kembali pada 1261 oleh bangsa Bizantium, gereja ini dalam keadaan bobrok. Pada 1317, Kaisar Andronikus II memerintahkan agar empat penopang (Πυραμὶδας, bahasa Yunani:"Piramídas") baru dibangun di sisi timur dan utara gereja, pembiayaannya menggunakan warisan dari mendiang istrinya, Irene.[25] Kubah gereja mengalami keretakan setelah gempa bumi bulan Oktober 1344, dan beberapa bagian bangunan runtuh pada 19 Mei 1346; alhasil gereja ini ditutup sampai 1354 saat perbaikan dilakukan oleh arsitek-arsiteknya, Astras dan Peralta.

Konstantinopel ditaklukkan oleh Utsmani pada 29 Mei 1453. Banyak catatan yang merekam kejadian itu, walaupun beberapa ditulis sekian lama setelah peristiwa tersebut terjadi dan masing-masing menyatakan sebagai catatan yang mendekati aslinya. Baik Yunani, Italia, Slavia, Turki, dan Rusia, semuanya memiliki versi mereka masing-masing yang mungkin sulit untuk disatukan.[26] Salah satu versi cerita tersebut adalah yang ditulis sejarawan kontemporer Inggris bernama Steven Runciman yang dikenal karena bukunya yang berjudul A History of the Crusades.[27]

Setelah penaklukan, Hagia Sofia, disebut Aya Sofya dalam pelafalan Turki, diubah menjadi masjid kekaisaran. Meskipun demikian, keberadaan Gereja Kristen Ortodoks tetap diakui, sebagaimana dalam sistem millet Utsmani yang memberikan agama non-Islam kewenangan khusus dalam mengatur urusan masing-masing.[28] Gennadius Scholarius lantas ditetapkan sebagai Patriark Konstantinopel pertama pada masa Utsmani, kemudian menetapkan kedudukannya di Gereja Rasul Suci,[29] yang kemudian berpindah ke Gereja Pammakaristos.

Seperti dijelaskan oleh beberapa pengunjung dari Barat (misalnya bangsawan dari Kordoba bernama Pero Tafur[30] dan Cristoforo Buondelmonti dari Firenze),[31] gereja saat itu dalam keadaan bobrok, dengan beberapa pintu telah terlepas dari engselnya. Mehmed II memerintahkan perbaikan dan pengubahannya menjadi masjid. Mehmed menghadiri ibadah Jumat yang pertama kalinya di masjid pada 1 Juni 1453.[32] Hagia Sofia menjadi masjid kekaisaran pertama di Istanbul.[33] Pada wakaf yang bersangkutan dianugerahkan sebagian besar rumah yang saat ini berdiri di kota tersebut dan daerah yang kelak menjadi Istana Topkapı.[25] Sejak tahun 1478, sebanyak 2.360 toko, 1.360 rumah, 4 karavanserai, 30 toko boza, dan 23 toko domba memberikan penghasilan mereka untuk yayasan tersebut.[34] Melalui piagam kekaisaran tahun 1520 (926 H) dan 1547 (954 H), berbagai toko dan bagian dari Grand Bazaar dan pasar-pasar lain, juga ditambahkan ke dalamnya.[25]

Sebelum 1481, sebuah menara kecil telah didirikan di sudut barat daya bangunan di atas menara tangga.[25] Kemudian Sultan Bayezid II (1481–1512), membangun menara lain di sudut timur laut.[25] Salah satu dari menara itu runtuh setelah gempa bumi pada tahun 1509,[25] dan sekitar pertengahan abad keenam belas keduanya diganti dengan dua menara yang dibangun di sudut timur dan barat bangunan.[25]

Pada abad keenam belas, Sultan Suleiman Al Kanuni membawa dua batang lilin kuno dari penaklukannya atas Hungaria dan ditempatkan mengapit mihrab. Pada masa Selim II, dikarenakan mulai menunjukkan tanda-tanda kerapuhan, Aya Sofya diperkuat dengan dukungan struktural untuk bagian luar. Proyek ini dikepalai arsitek Utsmani saat itu, Mimar Sinan, yang juga dikenal sebagai salah satu insinyur gempa pertama di dunia.[35] Untuk memperkuat struktur bersejarah Bizantium ini, Sinan membangun dua menara besar di barat yang awalnya ruang khusus sultan, dan türbe (bangunan untuk makam di Turki) untuk makam Selim II di tenggara bangunan pada 1576-7 M / 984 H.[25] Selain itu, lambang bulan sabit emas dipasang di atas kubah.[25] Kemudian, makam ini juga menjadi makam bagi 43 pangeran Utsmani.[25] Pada 1594 M / 1004 H Mimar (kepala arsitek) Davud Ağa membangun makam Murad III (1574–1595), tempat sultan dan permaisurinya, Safiye Sultan, putra, dan putri mereka dikebumikan.[25] Bangunan makam persegi delapan putra mereka Mehmed III (1595–1603) dibangun arsitek kekaisaran Dalgiç Mehmet Aĝa pada 1608 / 1017 H. Di bangunan ini, dimakamkan pula Handan Sultan, selir Mehmed III yang menjadi ibu suri bagi putra mereka Ahmed I. Dimakamkan pula putra dan putri Ahmed I, putri dari Murad III, dan putra sultan lainnya.[36] Putranya yang lain, Mustafa I (1617–1618; 1622–1623), mengubah bekas ruang untuk pembaptisan menjadi türbe-nya.[36]

Murad III juga membawa dua guci besar Helenistik dari batu pualam dari Pergamum dan menempatkannya di dalam kedua sisi tengah bangunan.[25]

Pada 1717, di bawah kepemimpinan Sultan Ahmed III (1703–1730), plester yang runtuh dalam interior bangunan direnovasi, secara tidak langsung berperan dalam kelestarian banyak mosaik, yang jika tidak dilakukan maka akan dihancurkan oleh para pekerja bangunan.[36] Karena kenyataannya adalah hal biasa bagi mereka untuk menjual batu-batu mosaik –yang dipercaya sebagai azimat– kepada para pengunjung.[36] Sultan Mahmud I memerintahkan perbaikan Aya Sofya pada 1739 dan menambahkan sebuah madrasah, imaret atau dapur umum untuk kaum miskin, dan perpustakaan. Pada tahun 1740, pondok sultan (sultan mahfili) dan mihrab baru ditambahkan di dalam bangunan.

Kesultanan Utsmani runtuh pada November 1922 M dan digantikan oleh Republik Sekuler Turki. Presiden pertamanya, Mustafa Kemal Atatürk memerintahkan penutupan Aya Sofya pada 1931 M untuk umum, dan dibuka empat tahun setelahnya pada 1935 M sebagai museum. Karpet untuk ibadah shalat dihilangkan, plester dan cat-cat kaligrafi dikelupas, menampakkan kembali lukisan-lukisan Kristen yang tertutupi selama lima abad. Sejak saat itu, Aya Sofya dijadikan salah satu objek wisata terkenal oleh pemerintah Turki di Istambul.

Penggunaan Aya Sofya sebagai tempat ibadah dilarang keras oleh pemerintah Turki yang berhaluan sekuler.[37] Namun demikian, perintah itu melunak ketika pada 2006, pemerintah Turki mengizinkan alokasi khusus untuk sebuah ruangan doa Kristen dan museum Muslim staf dan sejak tahun 2013,[38] muazin mengumandangkan adzan dari menara museum dua kali saat siang hari.[39]

Pada masa belakangan, wacana mengembalikan Aya Sofya menjadi tempat ibadah semakin ramai diperbincangkan. Pada tahun 2007, politikus Yunani, Chris Spirou mencanangkan gerakan internasional untuk memperjuangkan Aya Sofya kembali menjadi Gereja Ortodoks Yunani.[40][41][42] Di sisi lain, beberapa seruan dari beberapa pejabat tinggi, khususnya Wakil Perdana Menteri Turki, Bülent Arınç, menuntut Aya Sofya untuk digunakan kembali sebagai masjid pada November 2013.[43][44][45]

Pada bulan Ramadhan 1437 H / 2016, pemerintah Turki memulihkan beberapa fungsi Aya Sofya sebagai masjid kembali selama bulan Ramadhan. Ayat dari kitab suci Al Quran akan dibacakan di Aya Sofya setiap harinya pada bulan suci Ramadhan. Pembacaan dimulai sejak awal Ramadhan dan juga disiarkan secara langsung di saluran religi Turki TRT Diyanet, Selasa (07/06/2016). Hari Senin, pemerintah Turki mulai menyiarkan pembacaan Al Quran dan makan sahur, pada televisi nasional langsung dari Aya Sofya, yang sebelumnya difungsikan sebagai museum sejak sekularisasi Turki oleh Atatürk.

Langkah ini menuai kecaman dari beberapa pihak. Dalam pernyataan bersama, para pemimpin partai oposisi Yunani mengatakan bahwa langkah Ankara adalah tindakan provokatif. ”Menunjukkan rasa tidak hormat terhadap orang Kristen Ortodoks di seluruh dunia dan tidak sejalan dengan program Eropa-Turki,” bunyi pernyataan bersama itu, seperti dikutip dari Russia Today, Rabu (8/6/2016).[46]

Pada salah satu kampanye Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP, Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan menjanjikan untuk mengembalikan fungsi Aya Sofia sebagai masjid, sesuai dengan usulan dan keinginan rakyat Turki (27/03/2019).[47][48][49] Mengenai kecaman dan protes dari berbagai pihak atas perubahan fungsi Aya Sofia, Presiden Erdoğan membandingkan peristiwa yang terjadi tidak lama sebelumnya, yaitu serangan yang menargetkan Masjid Al-Aqsha di Yerussalem dan pihak lain hanya diam, begitu pula jika Aya Sofia menjadi masjid seharusnya pihak lain cukup diam, tidak perlu melayangkan protes dan kecaman.

Pada Bulan Juni 2020, beberapa Uskup Katolik di Turki dan tokoh-tokoh Katolik Roma menyatakan dukungan secara tidak langsung terhadap keputusan pemerintah Turki atas status Aya Sofia. Menurut mereka, Permerintah Turki memiliki kedaulatan untuk menentukan eksistensi dan status Aya Sofia. Sedangkan Patriarki Armenia mendukung keputusan pemerintah disertai dengan harapan agar selain dialih-fungsikan sebagai masjid, pada bagian tertentu di Aya Sofia diberikan ruangan untuk tempat beribadah umat Kristen. Hal tersebut dimaksudkan untuk menunjukkan pesan perdamaian, toleransi, dan hubungan yang lebih erat antara Islam dan Kristen.[50]

Akhirnya pada tanggal 10 Juli 2020, Pengadilan tinggi Turki membatalkan keputusan 1943 yang mengubah status Aya Sofia menjadi museum. Seiring dengan keputusan tersebut, pada tanggal yang sama Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan mengeluarkan dekrit yang berisi "Hagia Sofia kembali ke fungsinya semula sebagai tempat ibadah umat Islam. Ibadah pertama bisa dilakukan mulai 24 Juli mendatang."[51][52][53][54] Meskipun telah beralih-fungsi sebagai masjid, Aya Sofia tetap terbuka untuk umum yang ingin berkunjung ke Aya Sofia.

Di dalam Hagia Sofia terdapat surat-surat dari sultan Utsmaniyah yang berfungsi untuk menjamin, melindungi, dan memakmurkan warganya ataupun orang asing pembawa suaka. Terdapat sekitar 10.000 sampel surat yang ditujukan maupun yang dikeluarkan oleh sultan.

Mosque and former church in Istanbul, Turkey

Hagia Sophia,[a] officially the Hagia Sophia Grand Mosque,[b] is a mosque and former church serving as a major cultural and historical site in Istanbul, Turkey. The last of three church buildings to be successively erected on the site by the Eastern Roman Empire, it was completed in AD 537. The site was an Eastern rite church from AD 360 to 1453, except for a brief time as a Latin Catholic church between the Fourth Crusade and 1261.[4] After the fall of Constantinople in 1453, it served as a mosque until 1935, when it became a museum. In 2020, the site once again became a mosque.

The current structure was built by the Byzantine emperor Justinian I as the Christian cathedral of Constantinople for the Byzantine Empire between 532 and 537, and was designed by the Greek geometers Isidore of Miletus and Anthemius of Tralles.[5] It was formally called the Church of God's Holy Wisdom (Greek: Ναὸς τῆς Ἁγίας τοῦ Θεοῦ Σοφίας, romanized: Naòs tês Hagías toû Theoû Sophías)[6][7] and upon completion became the world's largest interior space and among the first to employ a fully pendentive dome. It is considered the epitome of Byzantine architecture[8] and is said to have "changed the history of architecture".[9] The present Justinianic building was the third church of the same name to occupy the site, as the prior one had been destroyed in the Nika riots. As the episcopal see of the ecumenical patriarch of Constantinople, it remained the world's largest cathedral for nearly a thousand years, until the Seville Cathedral was completed in 1520. Beginning with subsequent Byzantine architecture, Hagia Sophia became the paradigmatic Orthodox church form, and its architectural style was emulated by Ottoman mosques a thousand years later.[10] It has been described as "holding a unique position in the Christian world"[10] and as an architectural and cultural icon of Byzantine and Eastern Orthodox civilization.[10][11][12]

The religious and spiritual centre of the Eastern Orthodox Church for nearly one thousand years, the church was dedicated to the Holy Wisdom.[13][14][15] It was where the excommunication of Patriarch Michael I Cerularius was officially delivered by Humbert of Silva Candida, the envoy of Pope Leo IX in 1054, an act considered the start of the East–West Schism. In 1204, it was converted during the Fourth Crusade into a Catholic cathedral under the Latin Empire, before being returned to the Eastern Orthodox Church upon the restoration of the Byzantine Empire in 1261. Enrico Dandolo, the doge of Venice who led the Fourth Crusade and the 1204 Sack of Constantinople, was buried in the church.

After the fall of Constantinople to the Ottoman Empire in 1453,[16] it was converted to a mosque by Mehmed the Conqueror and became the principal mosque of Istanbul until the 1616 construction of the Sultan Ahmed Mosque.[17][18] Upon its conversion, the bells, altar, iconostasis, ambo, and baptistery were removed, while iconography, such as the mosaic depictions of Jesus, Mary, Christian saints and angels were removed or plastered over.[19] Islamic architectural additions included four minarets, a minbar and a mihrab. The Byzantine architecture of the Hagia Sophia served as inspiration for many other religious buildings including the Hagia Sophia in Thessaloniki, Panagia Ekatontapiliani, the Şehzade Mosque, the Süleymaniye Mosque, the Rüstem Pasha Mosque and the Kılıç Ali Pasha Complex. The patriarchate moved to the Church of the Holy Apostles, which became the city's cathedral.

The complex remained a mosque until 1931, when it was closed to the public for four years. It was re-opened in 1935 as a museum under the secular Republic of Turkey, and the building was Turkey's most visited tourist attraction as of 2019[update].[20]

In July 2020, the Council of State annulled the 1934 decision to establish the museum, and the Hagia Sophia was reclassified as a mosque. The 1934 decree was ruled to be unlawful under both Ottoman and Turkish law as Hagia Sophia's waqf, endowed by Sultan Mehmed, had designated the site a mosque; proponents of the decision argued the Hagia Sophia was the personal property of the sultan. The decision to designate Hagia Sophia as a mosque was highly controversial. It resulted in divided opinions and drew condemnation from the Turkish opposition, UNESCO, the World Council of Churches and the International Association of Byzantine Studies, as well as numerous international leaders, while several Muslim leaders in Turkey and other countries welcomed its conversion into a mosque.

When was Hagia released?

Hagia is a indonesian song released in 2020.

Hagia is a indonesian song released in 2020.

Southwestern entrance mosaic

The southwestern entrance mosaic, situated in the tympanum of the southwestern entrance, dates from the reign of Basil II.[260] It was rediscovered during the restorations of 1849 by the Fossatis. The Virgin sits on a throne without a back, her feet resting on a pedestal, embellished with precious stones. The Christ Child sits on her lap, giving his blessing and holding a scroll in his left hand. On her left side stands emperor Constantine in ceremonial attire, presenting a model of the city to Mary. The inscription next to him says: "Great emperor Constantine of the Saints". On her right side stands emperor Justinian I, offering a model of the Hagia Sophia. The medallions on both sides of the Virgin's head carry the nomina sacra MP and ΘΥ, abbreviations of the Greek: Μήτηρ του Θεοῦ, romanized: Mētēr Theou, lit. 'Mother of God'.[261] The composition of the figure of the Virgin enthroned was probably copied from the mosaic inside the semi-dome of the apse inside the liturgical space.[262]

The mosaic in the semi-dome above the apse at the east end shows Mary, mother of Jesus holding the Christ Child and seated on a jewelled thokos backless throne.[262] Since its rediscovery after a period of concealment in the Ottoman era, it "has become one of the foremost monuments of Byzantium".[262] The infant Jesus's garment is depicted with golden tesserae.

Guillaume-Joseph Grelot, who had travelled to Constantinople, in 1672 engraved and in 1680 published in Paris an image of the interior of Hagia Sophia which shows the apse mosaic indistinctly.[262] Together with a picture by Cornelius Loos drawn in 1710, these images are early attestations of the mosiac before it was covered towards the end of the 18th century.[262] The mosaic of the Virgin and Child was rediscovered during the restorations of the Fossati brothers in 1847–1848 and revealed by the restoration of Thomas Whittemore in 1935–1939.[262] It was studied again in 1964 with the aid of scaffolding.[262][263]

It is not known when this mosaic was installed.[262] According to Cyril Mango, the mosaic is "a curious reflection on how little we know about Byzantine art".[264] The work is generally believed to date from after the end of Byzantine Iconoclasm and usually dated to the patriarchate of Photius I (r. 858–867, 877–886) and the time of the emperors Michael III (r. 842–867) and Basil I (r. 867–886).[262] Most specifically, the mosaic has been connected with a surviving homily known to have been written and delivered by Photius in the cathedral on 29 March 867.[262][265][266][267][268]

Other scholars have favoured earlier or later dates for the present mosaic or its composition. Nikolaos Oikonomides pointed out that Photius's homily refers to a standing portrait of the Theotokos – a Hodegetria – while the present mosaic shows her seated.[269] Likewise, a biography of the patriarch Isidore I (r. 1347–1350) by his successor Philotheus I (r. 1353–1354, 1364–1376) composed before 1363 describes Isidore seeing a standing image of the Virgin at Epiphany in 1347.[262] Serious damage was done to the building by earthquakes in the 14th century, and it is possible that a standing image of the Virgin that existed in Photius's time was lost in the earthquake of 1346, in which the eastern end of Hagia Sophia was partly destroyed.[270][262] This interpretation supposes that the present mosaic of the Virgin and Child enthroned is of the late 14th century, a time in which, beginning with Nilus of Constantinople (r. 1380–1388), the patriarchs of Constantinople began to have official seals depicting the Theotokos enthroned on a thokos.[271][262]

Still other scholars have proposed an earlier date than the later 9th century. According to George Galavaris, the mosaic seen by Photius was a Hodegetria portrait which after the earthquake of 989 was replaced by the present image not later than the early 11th century.[271][270] According to Oikonomides however, the image in fact dates to before the Triumph of Orthodoxy, having been completed c. 787–797, during the iconodule interlude between the First Iconoclast (726–787) and the Second Iconoclast (814–842) periods.[269] Having been plastered over in the Second Iconoclasm, Oikonomides argues a new, standing image of the Virgin Hodegetria was created above the older mosaic in 867, which then fell off in the earthquakes of the 1340s and revealed again the late 8th-century image of the Virgin enthroned.[269]

More recently, analysis of a hexaptych menologion icon panel from Saint Catherine's Monastery at Mount Sinai has determined that the panel, showing numerous scenes from the life of the Virgin and other theologically significant iconic representations, contains an image at the centre very similar to that in Hagia Sophia.[262] The image is labelled in Greek merely as: Μήτηρ Θεοῦ, romanized: Mētēr Theou, lit. 'Mother of God', but in the Georgian language the inscription reveals the image is labelled "of the semi-dome of Hagia Sophia".[262] This image is therefore the oldest depiction of the apse mosaic known and demonstrates that the apse mosaic's appearance was similar to the present day mosaic in the late 11th or early 12th centuries, when the hexaptych was inscribed in Georgian by a Georgian monk, which rules out a 14th-century date for the mosaic.[262]

The portraits of the archangels Gabriel and Michael (largely destroyed) in the bema of the arch also date from the 9th century. The mosaics are set against the original golden background of the 6th century. These mosaics were believed to be a reconstruction of the mosaics of the 6th century that were previously destroyed during the iconoclastic era by the Byzantines of that time, as represented in the inaugural sermon by the patriarch Photios. However, no record of figurative decoration of Hagia Sophia exists before this time.[272]

Loggia of the Empress

The loggia of the empress is located in the centre of the gallery of the Hagia Sophia, above the Imperial Gate and directly opposite the apse. From this matroneum (women's gallery), the empress and the court-ladies would watch the proceedings down below. A green stone disc of verd antique marks the spot where the throne of the empress stood.[241][242]

Two huge marble lustration (ritual purification) urns were brought from Pergamon during the reign of Sultan Murad III. They are from the Hellenistic period and carved from single blocks of marble.[19]

The Marble Door inside the Hagia Sophia is located in the southern upper enclosure or gallery. It was used by the participants in synods, who entered and left the meeting chamber through this door. It is said[by whom?] that each side is symbolic and that one side represents heaven while the other represents hell. Its panels are covered in fruits and fish motifs. The door opens into a space that was used as a venue for solemn meetings and important resolutions of patriarchate officials.[243]

The Nice Door is the oldest architectural element found in the Hagia Sophia dating back to the 2nd century BC. The decorations are of reliefs of geometric shapes as well as plants that are believed to have come from a pagan temple in Tarsus in Cilicia, part of the Cibyrrhaeot Theme in modern-day Mersin Province in south-eastern Turkey. It was incorporated into the building by Emperor Theophilos in 838 where it is placed in the south exit in the inner narthex.[244]

The Imperial Gate is the door that was used solely by the Emperor and his personal bodyguard and retinue.[227] It is the largest door in the Hagia Sophia and has been dated to the 6th century. It is about 7 meters long and Byzantine sources say it was made with wood from Noah's Ark.[245]

In April 2022, the door was vandalised by unknown assailant(s). The incident became known after the Association of Art Historians published a photo with the destruction. The Greek Foreign Ministry condemned the incident, while Turkish officials claimed that "a citizen has taken a piece of the door" and started an investigation.[246]

At the northwest of the building, there is a column with a hole in the middle covered by bronze plates. This column goes by different names; the "perspiring" or "sweating column", the "crying column", or the "wishing column". Legend states that it has been moist since the appearance of Gregory Thaumaturgus near the column in 1200. It is believed that touching the moisture cures many illnesses.[247][248]

Northern tympanum mosaics

The northern tympanum mosaics feature various saints. They have been able to survive due to their high and inaccessible location. They depict Patriarchs of Constantinople John Chrysostom and Ignatios of Constantinople standing, clothed in white robes with crosses, and holding richly jewelled Bibles. The figures of each patriarch, revered as saints, are identifiable by labels in Greek. The other mosaics in the other tympana have not survived probably due to the frequent earthquakes, as opposed to any deliberate destruction by the Ottoman conquerors.[279]

The dome was decorated with four non-identical figures of the six-winged angels which protect the Throne of God; it is uncertain whether they are seraphim or cherubim. The mosaics survive in the eastern part of the dome, but since the ones on the western side were damaged during the Byzantine period, they have been renewed as frescoes. During the Ottoman period each seraph's (or cherub's) face was covered with metallic lids in the shape of stars, but these were removed to reveal the faces during renovations in 2009.[280]

How can I download Hagia?

You can download Hagia on JioSaavn App.

You can download Hagia on JioSaavn App.

History of Hagia Sophia

Hagia Sophia is a work that was constructed three times in the same location. Today’s Hagia Sophia is known as the “Third Hagia Sophia”. The first construction of Hagia Sophia started during the reign of Constantine I, who accepted Christianity as the official religion of the Roman Empire. This building, which was constructed as a basilica with a wooden roof on the first of the seven hills of Istanbul and was called "The Great Church" at the time, was opened during the reign of Constantine II in 360. There is no remnant from this structure, which was largely devastated as a result of a fire that broke out in the revolt that started in 404.

The second Hagia Sophia was built by Emperor Theodosius II on the first one and opened to worship in 415. This building, which was also constructed as a basilica and with a wooden roof, was devastated by the rebels in the Nika Revolt against Emperor Justinian in 532.

Just after the riots, Emperor Justinian decided to build a larger and more glorious Hagia Sophia than the first two. The third Hagia Sophia was built by the Byzantine Emperor Justinian I in 532-537.

Hagia Sophia, which was used as the Imperial Church of Eastern Rome, was frequently devastated due to riots, wars, and natural disasters throughout history. Hagia Sophia experienced one of the biggest destructions during the 4th Crusade in 1204 when the city was invaded. The Crusaders looted Hagia Sophia along with the whole city. During the Latin occupation that lasted from 1204 to 1261 in Istanbul, Hagia Sophia was converted into a cathedral attached to the Roman Catholic Church.

Repairs were made to try and preserve the Hagia Sophia, which was seriously damaged after the Eastern Roman administration was re-established in Istanbul. However, the repairs were insufficient and in 1346 the eastern archivolt of the Hagia Sophia and a part of the dome collapsed.

In fact, Hagia Sophia experienced the darkest period of its history from the Latin invasion to the conquest of Istanbul. Hagia Sophia, which was destroyed twice and built for the third time, ruined by wars and revolts for centuries, and the parts of which collapsed due to neglect and architectural errors, remained under the permanent threat of collapse until the conquest of Istanbul by Fatih Sultan Mehmed Khan. In addition, the sociological and symbolic meaning of the temple was greatly damaged due to the schism between the Catholic and Orthodox churches.

The Ottomans took great care of the Hagia Sophia Mosque, which they acknowledged and appreciated as the symbol of the conquest, maintained and repaired it continuously, and turned the mosque into a much more robust structure starting from the rule of Fatih Sultan Mehmed Khan. In particular, the additions and arrangements made by Sinan the Architect to Hagia Sophia played a major role in the survival of this heritage of humanity.

Thus, it is stated in the historical records that Fatih Sultan Mehmed Khan, who went to Hagia Sophia right after the conquest, was saddened by the status of the mosque and recited the following verses:

“Perdedâri mîkoned ber kasr-i Kayser ankebut Bûm novbet mîzened der tarem-i Efrâsiyâb”

(“A spider spins its web in the palace of the Kaiser, An owl hoots in the towers of Afrasiab")

Fatih Sultan Mehmed Khan, who endowed the Hagia Sophia Mosque as his own charity and secured the maintenance-repair costs by providing the income from several properties, started the educational activities by building a madrasah adjacent to the mosque. The first minaret of Hagia Sophia was built of wood during the rule of Fatih Sultan Mehmed Khan. This minaret, which existed for many years, was removed during the major repair in 1574. The second minaret of the Hagia Sophia Mosque was built of bricks during the rule of Sultan Bayezid II.

One of the Ottoman sultans who showed the greatest interest in Hagia Sophia was Sultan Selim II. After the building showed signs of fatigue, Selim II Khan appointed Sinan the Architect for the maintenance and repair of Hagia Sophia. The Hagia Sophia, whose domes and walls collapsed many times during the Eastern Roman period, never collapsed again after the renovations of Sinan the Architect despite many great earthquakes in Istanbul. The tradition of building tombs for the sultans in the graveyard of Hagia Sophia Complex started with the first tomb built by Sinan the Architect for Sultan Selim II.

From the time of Fatih Sultan Mehmet Khan, every sultan strived to beautify the Hagia Sophia even more, and the Hagia Sophia was transformed into an entire complex with structures such as mihrab, minbar, rostrum, minarets, sultan's office, shadirvans (fountain providing water for ritual ablutions), madrasah, library, and soup kitchen. In addition, great importance was attached to the interior decorations of the Hagia Sophia Mosque during the Ottoman period. Hagia Sophia was adorned with the most elegant examples of Turkish arts such as calligraphy and tile art and the temple gained new aesthetic values. Thus, Hagia Sophia was not only converted into a mosque but also this common heritage of humanity was preserved and improved.

Hagia Sophia, which was converted into a mosque with the conquest and served as a mosque for 481 years, was closed off to the public after the restoration works started in the 1930s. Then it was turned into a museum with a Cabinet Decree dated November 24, 1934. The Council of State reversed the Cabinet Decree in question on July 10, 2020. The Hagia Sophia Mosque was reopened to worship with the Presidential Decree No. 2729 signed by President Recep Tayyip Erdoğan and promulgated immediately after.

As the Cabinet Decree dated 24/11/1934 and numbered 2/1589 on the conversion of the Hagia Sophia Mosque in Fatih District of Istanbul Province into a museum was annulled by the Decision of the Tenth Chamber of the Council of State dated 2/7/2020 and numbered E:2016/16015, K:2020/2595, it was decided that the administration of the Hagia Sophia Mosque was transferred to the Presidency of Religious Affairs in accordance with Article 35 of the Law on the Establishment and Duties of the Presidency of Religious Affairs No. 633 dated 22/6/1965.

Recep Tayyip ERDOĞAN | PRESIDENT

Belanja di App banyak untungnya:

Pikachu berkemeja Batik akan muncul di alam liar di Yogyakarta! Pikachu khusus ini akan muncul pada hari Sabtu, 24 Agustus 2024, dan akan terus muncul selama lebih dari setahun!

Selain itu, pastikan untuk menantikan Chatot, si Pokémon Partitur! Chatot hanya dapat ditemukan di wilayah tertentu di Asia Timur Chatot hanya dapat ditemukan di Belahan Bumi Selatan, termasuk Yogyakarta.

Pemilik tiket Pikachu’s Indonesia Journey dapat bertemu dengan Pokémon berikut sambil menjelajahi Yogyakarta pada tanggal dan waktu yang tercantum pada tiket event mereka.

Konten baru

9 Kali

9 Kali

Pastikan untuk makan beberapa jam sebelum janji temu.

Tali Nama

Tali Nama

Initiale est un catalogue informatisé de manuscrits enluminés du Moyen Âge, principalement de ceux qui sont conservés dans les bibliothèques publiques de France, hors Bibliothèque nationale de France.

W44A

W44A

Dikarenakan ada banyak game penghasil uang saat ini, maka kamu wajib selektif memilih mana yang terbukti membayar dan aman ya grameds. Adapun deretan game penghasil saldo terbaik di antaranya adalah sebagai berikut.

Rasa Sakit

Rasa Sakit

Nah, itu dia Sobat Shopee beberapa bahan alami yang bisa kamu jadikan obat tipes alami untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan menghindari tubuh dari penyakit. Selain itu, bahan-bahan tersebut sangat mudah diracik dan ditemukan di dapur, lho.

Dufan

Dufan

0%0% menganggap dokumen ini bermanfaat, Tandai dokumen ini sebagai bermanfaat

Situs 367

Situs 367

SEGERA DIARAHKAN MENUJU SITUS TERGACOR 1 Detik

Brolik

Brolik

Harga diatas berlaku pada 6 Desember 2022. Perlu kamu ketahui bahwa harga saham berubah setiap harinya, sehingga harga 1 lotnya juga akan ikut berubah.

Ketuaslot

Ketuaslot

📌 Tersedia bermacam-macam pilihan dari produsen dan merk berstandar mutu.📌 Harga paling update Desember 2024.📌 Ada review dan testimoni produk untuk bantu anda temukan yang terbaik.📌 Promo khusus bagi pengguna baru.📌 Bisa cicil bunga 0% dari berbagai bank.📌 Pengiriman kilat! Pesan hari ini, barang datang hari ini!

303Lapak

303Lapak

Last updated: Jun 29, 2024

Rafi 777

Rafi 777

Wir verwenden Cookies und Daten, um

Sidang

Sidang

Presiden Joko Widodo bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla hadiri Sidang Tahunan MPR, Sidang Bersama DPR dan DPD dan Rapat Paripurna DPR RI, di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (16/8).

Garasi

Garasi

Temukan berbagai rekomendasi produk Pintu Garasi Kayu dengan harga terbaru Desember 2024 di UKUR. Belanja online kebutuhan bangunan terbaik paling praktis. Cukup telusuri produk Pintu Garasi Kayu, pilih model, ukuran, maupun ragam varian lainnya yang sesuai kebutuhan. Pastikan membaca detail dan ulasan terpercaya dari pembeli lainnya. Check Out barang belanjaan anda dan jangan lupa nikmati promo menguntungkan yang tersedia di UKUR!

Fantasio

Fantasio

Bách khoa toàn thư mở Wikipedia

Putralrt

Putralrt

PT Unilever Indonesia Tbk merupakan perusahaan yang bergerak dalam pembuatan, pemasaran dan distribusi fast moving consumer goods (FMCG).

Jual Bel

Jual Bel

Belanja di App banyak untungnya:

Lagu Pkj 7

Lagu Pkj 7

Chord gitar dan lirik lagu Pergilah Kasih – D’masiv

Daftar 123

Daftar 123

The document lists irregular verbs in English along with their infinitive, past tense, past participle, and meaning in Indonesian. It includes verbs from A to L, such as arise/arose/arisen, awake/awoke/awoken, be/was/been, bear/bore/borne, and lead/led/led. The document also notes that a future article will cover regular verbs.

Romawi.10

Romawi.10

Bersama-sama, mereka semua melarikan diri ke lereng Gunung Vesuvius. Dan membebaskan, lebih banyak budak di jalan untuk meningkatkan jumlah mereka secara signifikan. Spartacus telah mengumpulkan kekuatan yang tangguh dan terampil yang kemudian mengalahkan legiun Romawi yang dikirim untuk menangkap mereka di lebih dari enam kesempatan yang berbeda. Tetapi pada tahun 71 SM, Marcus Licinius Crassus datang dengan pasukan terlatih yang terdiri dari 50.000 legiun untuk menimbulkan kekacauan di antara pasukan pemberontak. Pada akhirnya, Spartacus tidak mampu menahan serangan terhitung dari Romawi dan terbunuh di Italia Selatan – sehingga mengakhiri kisah yang bisa dibilang gladiator paling terkenal dalam sejarah Romawi.

Berat 68

Berat 68

Kunjungan ke dokter hewan dapat membantu mendeteksi penyakit yang terdapat pada kucing sedini mungkin. Dokter hewan juga akan memberitahu Anda berapa berat badan kucing dan apakah kucing Anda telah berada dalam kisaran yang sehat atau tidak. Konsultasikan kucing Anda dengan dokter jika terdapat hal yang tidak dimengerti mengenai kondisi kucing.

Masuk Olx

Masuk Olx

Lowongan kerja olx jakarta timur – Berburu pekerjaan di Jakarta Timur? OLX Jakarta Timur bisa jadi solusi! Platform online ini menawarkan beragam lowongan kerja menarik, mulai dari posisi entry-level hingga profesional. Dari admin, marketing, hingga desainer, kamu bisa menemukan peluang yang sesuai dengan keahlian dan minatmu.OLX Jakarta Timur menjadi tempat berkumpulnya para pencari kerja dan perusahaan yang ingin merekrut talenta terbaik. Dengan fitur pencarian yang mudah digunakan, kamu bisa dengan cepat menemukan lowongan kerja yang sesuai dengan kriteria yang kamu inginkan. Tapi, sebelum kamu meluncurkan peluru lamaran, yuk simak beberapa tips jitu untuk menavigasi dunia lowongan kerja di OLX Jakarta Timur.Jakarta Timur, dengan populasi yang padat dan beragam sektor industri, menjadi salah satu wilayah di Jakarta yang punya banyak peluang kerja. OLX, platform jual beli online terkemuka, juga hadir di Jakarta Timur untuk membantu menghubungkan pencari kerja dengan perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja.OLX Jakarta Timur menjadi wadah bagi berbagai macam lowongan pekerjaan, dari yang membutuhkan keahlian khusus hingga yang bisa dikerjakan oleh siapa saja. Berikut beberapa jenis pekerjaan yang paling banyak dicari di OLX Jakarta Timur: Sales & Marketing: Perusahaan di Jakarta Timur membutuhkan tenaga penjual dan marketing untuk memasarkan produk dan jasa mereka. Admin & Staff: Pekerjaan administrasi dan staf menjadi kebutuhan banyak perusahaan di Jakarta Timur, seperti administrasi kantor, customer service, dan data entry. Operasional & Logistik: Seiring dengan perkembangan bisnis di Jakarta Timur, pekerjaan di bidang operasional dan logistik, seperti kurir, warehouse, dan driver, semakin dibutuhkan. Teknisi & IT: Perkembangan teknologi digital di Jakarta Timur membuka peluang kerja di bidang IT, seperti programmer, web developer, dan teknisi jaringan. Berikut contoh lowongan kerja yang sedang populer di OLX Jakarta Timur: Sales Marketing:Lowongan kerja di bidang sales marketing sangat banyak di OLX Jakarta Timur, mulai dari loker olx jakarta pusat sales marketing untuk produk makanan dan minuman, fashion, hingga elektronik. Customer Se……